Pendidikan Tinggi Tidak Lagi menjadi Syarat Utama Gen Z untuk Mendapatkan Pekerjaan yang Layak

Pendidikan Tinggi Tidak Lagi menjadi Syarat Utama Gen Z untuk Mendapatkan Pekerjaan yang Layak

    Dalam beberapa tahun terakhir, tren di dunia kerja mengalami pergeseran signifikan, terutama bagi generasi Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini tidak lagi memandang pendidikan tinggi sebagai satu-satunya jalan untuk meraih pekerjaan yang layak. Hal ini didorong oleh pesatnya perkembangan teknologi, kemudahan akses informasi, dan maraknya pelatihan keterampilan digital non-formal seperti kursus daring, bootcamp, dan sertifikasi profesional yang lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan industri saat ini (Aprilita, 2024).

    Meski begitu, pendidikan tinggi tetap memiliki peran penting, terutama dalam pengembangan karakter, jejaring profesional, dan pengetahuan mendasar. Namun, fleksibilitas dan relevansi menjadi kunci utama. Generasi Z menuntut sistem pendidikan yang adaptif dan selaras dengan perubahan industri. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus merespons fenomena ini dengan merancang kurikulum yang lebih terintegrasi dengan praktik dunia kerja dan mendorong kolaborasi antara lembaga pendidikan dan sektor industri (Wajdi et al., 2024).

    Pada DIKTIF (Diskusi Ilmiah Kritis dan Kreatif) yang dilaksanakan pada Sabtu, 19 Apri 2025 membahas topik yang sedang ramai perbincangkan. Dengan mengundang salah satu Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) UKM KIPM 2023/2024 yaitu Annisa Salma Hanannita, sebagai pemateri yang akan menemani peserta DIKTIF dengan topik yang diangkat yaitu Pendidikan Tinggi Tidak Lagi menjadi Syarat Utama Gen Z untuk Mendapatkan Pekerjaan yang Layak.

    Kemudian peserta DIKTIF dari tim kontra yaitu luluk tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu tidak penting bagi gen z untuk mendapatkan pekerjaan karena pendidikan tinggi bisa melatih softskill dan pola pikir diri kita sendiri terutama gen z kemudian ia menambahkan menempuh pendidikan tinggi memiliki peluang kemampuan untuk menganalisis dan bukan sekedar mendapatkan ijazah tetapi sebagai bentuk proses dari pembentukan karakter. Tim pro menanggapi bahwa mendapatkkan gelar di tahun tidaak terlalu penting karena sudah banyaknya forum pelatihan di media sosial kita bisa mendapatkan ilmu atau dengan mengolah informasi yang diperoleh dari media sosial itu sendiri, serta dari segi ekonomi anak yang tidak bisa menempuh pendidikan tinggi bisa mengasah skill dengan media-media saat ini dan perguruan tinggi tidak menjadi syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan tetapi lebih fokus pada portofolio kita sendiri dan pendidikan tinggi bukan menjadi satu-satunya faktor tersebut dan di dunia kerja seringkali menuntut keterampilan yang spesifik untuk sebuah pekerjaan yang dibutuhkan. Kemudian dari tim kontra yaitu nadelia menyanggah bahwa dalam keterbatasan ekonomi, pemerintah juga menyediakan jalur untuk kuliah lewat beasiswa pemerintah dan mungkin bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperoleh gelar sehingga mendapatkan pekerjaan yang lebih luas. Tim pro menyampaikan bahwa dari tim kontra yang menjelaskan tentang beasiswa, itu pernyataan yang kurang kuat menurut tim pro sendiri, beasiswa tidak bisa mencangkup seluruh masyarakat yang kurang mampu sehingga untuk menangani hal tersebut kita bisa mengasah softskill kita dari semasa sekolah dengan mencari banyak pengalaman disana, dan percuma juga kita bisa menempuh pendidikan tinggi tetapi hanya menjadi mahasiswa yang berfokus pada teori saja tanpa adanya pelatihan keterampilan dan berakhir sama saja dengan yang tidak berpendidikan tinggi. 

    Dalam perdebatan antara tim pro dan kontra kita menemukan titik terang yaitu dalam mendapatkan pekerjaan hal yang harus kita asah bukan hanya sekedar ilmu saja tetapi kita harus mengasah keterampilan kita dalam semua bidang, kita bisa saja menepuh pendidikan penting namun jika pekerjaan yang kita minati harus memerlukan gelar namun tidak dipungkiri bahwa kita harus menyeimbanginya juga dengan pengalam dan keterampilan yang memadai agar kita bisa mencapai pekerjaan apa yang ingin ditempuh selanjutnya dengan rasa aman tanpa penyesalan.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilita. (2024). STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA GENERASI Z TANTANGAN DAN PELUANG DI ERA DIGITAL UNTUK MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR. 

Wajdi, M., Susanto, B., Made Sumartana, I., Agus Sutiarso, M., Hadi, W., & Negeri Bali, P. (2024). Profile of generation Z characteristics: Implications for contemporary educational approaches (Vol. 1, Issue 1). https://ojs.ympn2.or.id/index.php/KPSBSL

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah Generasi Muda Perlu Rehat dari Media Sosial?

ILP2MI (Ikatan Lembaga Penalaran dan Penelitian Mahasiswa se-Indonesia)