Pelarangan Thrifting Upaya Pemerintah Lindungi Konveksi Lokal

    Thrifting merupakan kegiatan belanja barang-barang bekas pakai demi mendapatkan harga yang lebih murah. Kegiatan thrifting ini banyak digemari masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat lebih memilih membeli barang thrift dibandingkan barang baru. Mulai dari gaya hidup hingga harga yang lebih terjangkau menjadi salah satu faktor mengapa thrifting begitu digemari. Sampai saat ini peminat akan barang thrifting semakin meningkat dari tahun ke tahun yang kemudian membuat seseorang berminat untuk membuka usaha ini. Namun, adanya usaha thrifting ini membuat industri lokal semakin kesulitan untuk bertahan. Populernya fenomena thrifting ini mengakibatkan permintaan terhadap produk konveksi lokal semakin menurun. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pelarangan thrifting atau pembelian barang bekas. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022 yang berbunyi “Barang berupa katalog bekas, karung bekas, dan pakaian bekas, dilarang untuk diimpor”. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut menuai banyak pro dan kontra dari masyarakat. Mulai dari alasan mematikan usaha masyarakat hingga alasan kesehatan. 
     Diskusi Bulanan (DILAN) yang diselenggarakan pada Sabtu, 1 April 2023 ini memberikan kesempatan peserta untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai topik yang sedang hangat diperbincangkan bersama salah satu alumni UKM KIPM 2021/2022, yaitu Nadia Amalia, S.Pd. Diskusi bulanan kali ini peserta diberikan kesempatan untuk membahas pro dan kontra mengenai kebijakan pelarangan thrifting itu. 
     Lalu, sudah tepatkah pemerintah membuat regulasi tersebut? 
     Menurut tim pro, pelarangan thrifting dapat menjadi upaya untuk melindungi UMKM lokal dari persaingan yang tidak sehat dengan barang-barang bekas yang dijual dengan harga murah. Namun, pernyataan tersebut disanggah oleh tim kontra yang menyatakan bahwa dengan adanya thrifting ini akan membuat kegiatan konsumsi lebih hemat dan usaha thrifting ini justru dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan. Apabila ditutup malah akan mematikan UMKM lokal. 
     Tim pro menyatakan kembali argumennya mengenai topik di atas bahwa barang-barang thrift cenderung dijual secara bal (karung besar) yang mana isi dari bal tersebut tidak semua layak untuk dipakai. Barang yang tidak layak pakai ini hanya akan menambah jumlah limbah yang semakin menggunung. Akan tetapi hal ini disanggah oleh tim kontra yang menyatakan bahwa kegiatan thrifting ini justru sebagai bentuk untuk mengurangi limbah pembelian fast fashion. Hal ini sesuai dengan pendapat Balqies & Jupriani (2022) yang menyatakan bahwa untuk meminimalisir trend fast fashion ini dapat dilakukan dengan memperpanjang siklus dan masa pakai suatu pakaian. Perpanjangan masa pakai suatu pakaian ini yakni dengan cara dipakai atau dijual kembali dalam kondisi barang yang bagus atau sering disebut thrifting
     Berdasarkan segi kesehatan, tim pro berpendapat bahwa barang-barang thrift yang dijual berpotensi mengganggu kesehatan pembelinya. Pakaian bekas impor ini banyak mengandung bakteri yang sukar hilang meskipun sudah dibersihkan berulang kali. Bakteri ini bisa berpengaruh pada kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, luka pada kulit, jamur, bisul, dan penyakit kulit lainnya (Fatah et al., 2023). Pendapat ini disanggah oleh tim kontra yang menyatakan dalam prosesnya, barang-barang yang akan dijual disortir, dipilah, dan cuci terlebih dahulu oleh penjualnya.      
    Pendapat dari tim pro mau kontra pada diskusi bulanan ini tidak ada yang salah. Semua pendapat berdasarkan tinjaun dari berbagai aspek. Namun, kebijkan pelarangan terhadap usaha thrifting ini perlu dikaji lebih lanjut oleh pemerintah, mengingat dampak yang timbulkan dari kebijakan tersebut sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. 

  Daftar Pustaka 
    Balqies, A. K., & Jupriani, J. (2022). Campaign “Thrifting” Sebagai Solusi Limbah Fashion. DEKAVE : Jurnal Desain Komunikasi Visual, 12(2), 186. https://doi.org/10.24036/dekave.v12i2.117314 
    
      Fatah, A., Sari, D. A. P., Irwanda, I. S., Kolen, L. I., & Agnesia, P. G. D. (2023). Pengaruh Larangan Impor Pakaian Bekas Terhadap Pengusaha Thrift. Jurnal Economina, 2(1), 1321–1328. https://doi.org/10.55681/economina.v2i1.288 

    Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILP2MI (Ikatan Lembaga Penalaran dan Penelitian Mahasiswa se-Indonesia)

PROFIL UKM KIPM UPGRIS

Kenali Potensi Serei Sebagai si Tanaman Pengusir Nyamuk