Pembajak, Si Pecandu dan Hak Cipta
Pembajak, Si Pecandu dan Hak Cipta
Diskusi Mingguan (Online)
Pemateri : Ratna Purnama Sari
Via Whatsapp Group
Saat mengisi waktu luang, seseorang dapat memanfaatkannya
dengan membaca novel atau buku lain. Akan tetapi sering kali tidak mengetahui
bahwa bacaan tersebut merupakan hasil bajakan. Banyak hal di dunia ini yang
dapat diklaim sebagai miliknya padahal bukan hak miliknya. Kejadian
tersebut sering terjadi di sekitar kita.
Mengenai pembajakan, dalam Wikipedia diartikan sebagai
kegiatan merampas barabf atau hak lain. Pembajakan umumnya dihubungkan dengan
pembajakan kapal, pesawat atau bahkan kereta api. Akan tetapi, pembajakan juga
berkaitan dengan pembajakan hak cipta yang berate pemalsuan barang, merek dan
sebagainya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembajakan
dairtikan sebagai perampasan hak milik orang lain tanpa seiizinnya.
Berkembanganya teknologi juga mempengaruhi dan
mempermudah seseorang melakukan pembajakan terhadap karya orang. Beberapa kasus
yang sedang marak saat ini adalah yang berkaitan dengan pembajakan buku bacaan
berupa novel atau cerpen pdf yang disebarluaskan melalui link yang disebar
tanpa izin penulis. Kasus tersebut juga dipicu akibat “kegabutan” yang
dirasakan di tengah pandemi COVID-19, sehingga orang-orang yang tidak
bertanggung jawab memanfaatkannya dengan tidak bijak.
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam artikel yang diunggah Detik.hot, dijelaskan bahwa
isu pembajakan buku muncul ketika Tere Liye yang merupakan tokoh ternama dalam
pernovelan mengeluhkan kasus e-book illegal yang semakin banyak di laman
akun sosial medianya. Ia membagikan tindak tidak etis dari masyarakat dengan
mengunduh link buku Pdf maupun e-book secara tidak resmi.
Tere Liye menuliskan bahwa terdapat dua jalur cara
mengunduh e-book secara resmi melalui Google Play Store dan aplikasi
iPuspas dari perpustakaan Nasional RI secara gratis. Akan tetapi banyak
masyarakat yang tidak mengetahui hal tersebut, dan mengikuti cara yang salah
dengan mengunduh tidak resmi. Tindakan
mengunduh e-Book ilegal juga
mendapatkan kecaman dari penulis, penerbit, dan pelaku industri buku lainnya.
Banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut di saat pandemi Corona.
Suatu
riset berjudul Program for International Student Assesment (PISA)
yang dirilis oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD)
tahun 2017 lalu menempatkan Indonesia di urutan ke 60 dari 72 negara dengan
minat baca paling rendah.
Penelitian
ini melibatkan 540.000 orang berusia 15 tahun dari 72 negara. Hasilnya
menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara
berkembang di dunia. Skor rata-rata membaca siswa Indonesia hanya 490 (skala
0-1.000).
Hal
tersebut kembali dipaparkan oleh salah satu pembicara pleno di acara Seminar
Nasional Sastra yaitu Sartika Dian Nuraini seorang penulis yang telah cukup lama
berkecimpung di dunia literasi. Kegiatan tersebut diadakan pada pada November
2019 lalu. Ia mengatakan bahwa Indonesia berada di urutan ke 61 dari 62 negara
perihal minat membaca. Sangat miris sekali mendengar hal itu.
Terlepas
dari rendahnya minat baca yang menimpa negeri Indonesia ini. Kita kembali
dibuat sedih dengan yang namanya pembajakan. Seperti kita tahu bahwa pembajakan
di Indonesia maupun di dunia ini sudah terjadi sejak lama. Baik itu pembajakan
buku, film, musik, karya seni, dsb. Apalagi di masa sekarang yang notabenenya
sudah lebih maju dan lebih mudah untuk melakukan tindakan plagiarisme.
Tindakan tersebut bisa dibilang mustahil untuk di lakukan pemusnahan. Sama
hal-nya dengan data-data pribadi kita yang telah terunggah ke media sosial.
Ditambah
dengan terpaksanya orang-orang yang sedang “gabut”, masyarakat dengan
mudahnya mengakses dan mengunduh yang bukan hak miliknya tanpa seizin pemilik.
Padahal, regulasi terkait pembajakan buku sebenarnya sudah diatur dalam
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dalam UU tersebut, para
pelanggar hak cipta dapat dikenai hukuman pidana maksimal 2 tahun penjara dan
denda maksimal 500 juta rupiah. Akan tetapi negara cenderung acuh pada
persoalan penegakan hukum terkait pembajakan buku. Sehingga para pembajak
merasa leluasa menjalankan aksinya tanpa takut dikenai hukuman.
Daftar Pustaka
Agnes, Tia. (2020). E-Book Illegal di Antara Hari Buku Sedunia dan Pandemi
COVID-19. https://hot.detik.com/book/d-4987681/e-book-ilegal-di-antara-hari-buku-sedunia-dan-pandemi-covid-19. Diakses Online
Kamus Besar Bahasa Indonesia
penelitian.ugm.ac.id
https://ruangobrol.id/2020/04/07/fenomena/pembajakan-dan-kegabutan-di-tengah-pandemi-covid-19/
Wikipedia. Pembajakan. https://id.wikipedia.org/wiki/Pembajakan. Diakses Online
Komentar
Posting Komentar