AI Sebagai Pengganti Pekerjaan Manusia: Ancaman atau Peluang?
AI Sebagai Pengganti Pekerjaan Manusia: Ancaman atau Peluang?
Teknologi merupakan hasil dari respon manusia terhadap lingkungannya. Hasil tersebut bisa muncul dalam wujud tangible seperti alat maupun sesuatu yang intangible berupa sistem, namun kesemuanya itu punya tujuan yang sama, yaitu guna membantu kita dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi ini bisa kita kenal dengan istilah revolusi industri, yang sudah dimulai pada tahun 1784. Revolusi industri keempat sekarang ini bukan hanya berfokus kepada perubahan berbasis perkembangan teknologi sebagai alat untuk mempermudah kehidupan manusia, namun juga berfokus untuk meningkatkan akses manusia ke teknologi sebagai langkah meningkatkan kualitas manusia (Anggrianto, 2024). Dari situlah terciptanya Artificial Intelligence (AI).
Perkembangan Artificial Intelligence (AI) inilah yang telah membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja. AI tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk otomatisasi tugas-tugas rutin, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam pengambilan keputusan strategis (Sakinah & Kuswinarno, 2024). AI dapat membantu organisasi dalam merumuskan kebijakan, pengolahan kinerja, dan meningkatkan pengalaman karyawan. Selain itu, kemampuan yang dimiliki AI seperti menganalis data dalam jumlah besar dengan akurat dan secara cepat, memberikan wawasan yang bisa digunakan dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas.
Pada DIKTIF (Diskusi Ilmiah Kritis dan Kreatif) yang dilaksanakan pada Sabtu, 22 Maret 2025 membahas topik yang sedang. Dengan mengundang salah satu Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) UKM KIPM 2023/2024 yaitu Faisa Marsha Anindya, sebagai pemateri yang menemani peserta DIKTIF dengan topik yang diangkat yaitu AI Sebagai Pengganti Pekerjaan Manusia: Ancaman atau Peluang?.
Kemudian peserta DIKTIF berdiskusi dari tim pro setuju bahwa AI Sebagai peluang dalam dunia kerja. Putri berpendapat bahwa “AI merupakan sebuah peluang karena AI sendiri merupakan sebuah program yang di mana membutuhkan manusia untuk memasukkan ke dalamnya. Jadi percuma, misalkan AI itu tidak dikelola dengan baik oleh manusia. Maka IA itu sama saja tidak berguna.” Pendapat putri tersebut, juga dikuatkan dengan pendapat Wawan. Berdasarkan pendapat Wawan bahwa “Kita juga mampu mengendalikan dan menciptakan AI tersebut. Oleh karena itu, ada pekerjaan dimana dia itu bertugas menciptakan sistematika dari AI tersebut. Dikatakan ada AI karena ada orang yang mengatur maupun menciptakan sistematika AI yang digunakan untuk pemanfaatan kehidupan manusia.” Disamping pendapat dari Wawan, terdapat dari tim pro yang juga menguatkan pendapat Wawan. Fatih berpendapat bahwa “AI itu menambah peluang pekerjaan dikarenakan AI itu membutuhkan manusia dalam program AI tersebut. Kalau dikatakan AI sebagai ancaman pekerjaan baru itu sangat salah, karena AI itu mendatangkan pekerjaan baru.”
Dari pernyataan-pernyataan tim pro tersebut dibantah oleh tim kontra di mana mereka tidak setuju dengan AI yang dikatakan sebagai peluang. Zidan berpendapat bahwa “AI sebenarnya terdapat kelebihan dan kekurangannya, hal tersebut tergantung kepada penggunanya masing-masing. Tetapi jika untuk perkembangan ini, itu sebenarnya lebih kelihatan kekurangannya. Kayak misalkan, di ranah pekerjaan memang ada kelebihannya cuma kekurangannya juga dibuktikan dengan zaman sekarang ini, yang banyak sekali pekerjaan yang digantikan dengan AI baik data massal itu satu, lalu yang kedua itu dalam ranah pelajar atau mahasiswa itu dalam beberapa kampus itu justru menimbulkan sebuah ketergantungan, sebuah rasa malas baru. Kita harus cari di google atau cari di buku, berbeda dengan sekarang ada orang yang hanya mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugasnya.” Dari pendapat Zidan tersebut, Lusy berpendapat bahwa “Contoh kasusnya yaitu pada zaman sekarang itu, banyak mahasiswa yang apa-apa mengandalkan AI kayak mengerjakan makalah mengerjakan PPT itu kan pakai AI. Terus hal tersebut menunjukkan bahwa zaman sekarang itu banyak yang bergantung dengan AI.” Tri berpendapat bahwa “AI sebagai ancaman di bidang pekerjaan, dia memposisikan dirinya yang nantinya akan menjadi seorang pendidik. Memang AI akan mendukung pada saat proses pembelajaran tetapi di satu sisi para siswa akan lebih berfokus ke teknologi, disini kita bisa melihat dari sisi kesehatan para siswa-siswanya, jadi pasti ada perkembangan yang akan terjadi pada siswanya, pasti dengan adanya AI para pendidik akan memanfaatkan AI, metode-metode pembelajarannya akan berbasis AI. Dan istilahnya kayak dunia digital seperti itulah tapi kan bisa berdampak pada siswanya sendiri dengan mungkin contohnya di kesehatan anaknya gitu, jadi kayak anaknya itu seperti ketergantungan gitu.”
Kemudian dari tim pro tidak setuju terkait pendapat tersebut, Wawan berpendapat bahwa “AI tidak menjadi ancaman karena manusia itu punya imajinasi dan perasaan, dan itu tidak akan mungkin digantikan oleh AI kenapa karena AI itu tidak punya perasaan sama imajinasi, pasti dia itu berdasarkan data-data yang di upload di media sosial internet dan sebagainya. Sebagai manusia kita kan punya imajinasi sama feeling dan itu yang akan membedakan dimana nanti kedepannya kita itu tidak akan tergantikan oleh AI karena kita itu memilki hal tersebut. AI mana coba yang memilki perasaan, nggak mungkin kan? nah itu. Nanti itu yang menjadi peluang kita untuk terus dapat mengembangkan diri dan tidak dapat digantikan oleh AI seperti itu. Jadi menurut aku, AI masih menjadi peluang karena tadi sesuai pendapat yang pertama bahwa dapat memunculkan beberapa pekerjaan yang dulunya tidak ada menjadi ada seperti itu.” Lalu pendapat Wawan tersebut dikuatkan kembali oleh Satrio. Berdasarkan pendapat Satrio bahwa “AI itu sebagai peluang bagi mahasiswa ketika ada seorang dosen yang menjelaskan tetapi mahasiswanya kurang faham kita itu bisa menggunakan AI untuk menjelaskan, jadi kita itu menggunakan AI sebagai referensi terus semakin berkembangnya zaman itu AI itu semakin berkembang jadi kita itu harus bisa mengikuti. Terus AI juga dalam dunia design, perkembangan AI itu bukan sebagai ancaman melainkan peluang karena untuk mencari referensi-referensi design-design gitu. Nah, terus ketika ada seseorang itu tidak mampu untuk melanjutkan kependidikan seperti kuliah atau mencari skill seseorang itu bisa mencari guru di AI sebagai bentuk belajar.” Dilanjutkan Elysa yang juga memperkuat pendapat Satrio, Elysa berpendapat bahwa “AI itu memberikan peluang kepada kita, yang pertama dapat memberikan kreativitas kepada kita yang tidak tahu. Dengan AI kita dapat mengetahui apa yang tidak kita ketahui.”
DAFTAR PUSTAKA
Anggrianto, C., Iswanto, R., Pratomo, E. R., Wardaya, M., Sutanto, S. M., Santoso, A. R., ... & Wardhani, P. (2024). AI & Desain: Ancaman atau Peluang?. Penerbit Universitas Ciputra.
Savitri, A. (2019). Revolusi industri 4.0: mengubah tantangan menjadi peluang di era disrupsi 4.0. Penerbit Genesis.
Sakinah, R., & Kuswinarno, M. (2024). Dampak kecerdasan buatan terhadap digitalisasi dan kinerja sumber daya manusia: Peluang dan tantangannya. Jurnal Media Akademik (JMA), 2(9).
Komentar
Posting Komentar