Generasi Gen Z Mudah Terpengaruh Hal Negatif dari Media Sosial
Baru-baru ini, media sosial sedang
diperbincangkan oleh banyak kalangan, Banyak
yang menduga bahwa media sosial memiliki pengaruh negatif terhadap gen Z
saat ini, namun pada dasaarnya Media sosial adalah sarana komunikasi dan
pemasaran yang memungkinkan orang berbagi konten dan membagikannya kepada
publik. Media sosial dapat dipahami sebagai
suatu platform digital yang menyediakan fasilitas untuk melakukan aktivitas
sosial bagi setiap penggunanya.
Pada DIKSI (Diskusi Imiah) yang
dilaksanakan pada Minggu, 30 Juni 2024 membahas topik yang sedang ramai dibicarakan.
Dengan mengundang salah satu anggota
LKM dari prodi BK
yaitu Widiana Indra Kusuma,
sebagai pemateri yangakan
menemani peserta DIKSI
dengan topik yang diangkat yaitu Generasi Gen Z Mudah Terpengaruh Hal
Negatif dari Media Sosial.
Namun apakah media sosial ini
benar-benar mempengaruhi dan berdampak buruk bagi gen Z atau malah berdampak
negatif? Berdasarakan penjelasan dari (Ahmad A, 2020) kebebasan menerima
informasi dari sejumlah media sosial ini menyebabkan lemahnya daya tahan (resilience)
generasi minelial Indonesia terhadap sejumlah “gempuran” informasi yang beredar
dimasyarakat, khususnya dinamika isu yang menjadi perbincangan disekitar teman
sebaya mereka. Akses Informasi yang begitu terbuka dan hadir setiap hari dalam
interaksi sosial media dan media sosial anak milenial, perlahan namun pasti
dapat mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan mereka dalam menyikapi
sejumlah isu yang beredar tersebut. Maraknya pemberitaan yang beredar dengan
beragam perspektif, belum seutuhnya dapat disaring dengan baik oleh generasi Z
dengan mengkonfirmasi berbagai pihak agar diperoleh informasi akurat.
Kemudian ketika peserta DIKSI berdiskusi
salah satu pendapat dari tim kontra yaitu sabrina mengatakan bahwa media sosial
masih memiliki dampak positif contohnya dari segi komunikasi dengan mudahnya
mencari peluang kerja, memudahkan efektifitas waktu dan tenaga, kemudian dalam branding juga sangat berpengaruh karena
ketika saat bekerja yang ditanyakan pasti media sosialnya. Kemudian Faisa dari
tim pro memberikan sanggahan bahwa kita memiliki dua akun yang berarti akun
kedua mengekspresikan kepribadian kita namun
akun yang pertama malah dijadikan sebagai akun personal branding yang membuat kita memiliki dua kepribadian yang
mana dalam dunia kerja justru akan menjatuhkan diri kita sendiri.
Namun hal ini dibantah oleh Iffah dari
tim kontra yang mengatakan bahwa terkait personal
branding yang memiliki dua akun memang benar adanya tetapi meski saat
didunia pekerjaan, di perkuliahan atau di kos itu tergantung kita mengendalikan
diri dan bagaimana kita bisa menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi dan
pastinya harus memiliki batasan yang
sesuai, lantas parameter apa yang mendasari sehingga tim pro bisa menyatakan
bahwa media sosial itu berdampak negatif bagi gen Z? Menurut Tamara dari tim
pro menjelaskan bahwa parameter yang mendasari itu bisa dari psikologinya,
tingkat percaya diri jadi hal tersebut mempengaruhi dari perspektif penguna
media sosial tersebut apalagi di generasi Z yang mudah terpengaruh tingkat
kepercayaan dirinya sehingga dengan mudahnya tiba-tiba merasa down atau ketika
tingkat percaya dirinya naik itu kadang bisa mengubah sifat kita menjadi
sombong karena seringnya disanjung. Sebenarnya diberi pujian itu tidak masalah
namun jika terlau berlebiihan itu akan menimbulkan hal-hal negatif dalam diri
kita. Kemudian Amanda dari tim pro menambahkan jika dilihat dari sisi negatif branding, ketika mereka berusaha
membangun branding tetapi tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan karena
banyaknya tuntutan misalnya di lingkungan kerja pegawai harus membranding atau
memakai suatu produk, namun jika tidak sesuai denngan penghasilan kita tetapi
perusahaan tetap mengharuskan kita mem branding
produk tersebut pasti pegawai tersebut mersasa jenuh, dll.
Iffah dari tim kontra menanggapi bahwa tidak semua sesuai dengan pernyataan tersebut apalagi
dengan tekanannya, tidak bisa diukur sama rata personal branding jika dilihat dari sisi
positifnya itu bisa memotivasi orang lain tetapi motivasi tersebut juga harus
ditimbang dan perlu disaring jika tidak sesuai dengan kemampuan kita. Maka dari
itu, kita perlu mengikuti influencer yang sesuai dengan bidang kita masing-masing.
Banyak juga media sosial yang menawarkan berbagai skill seperti public speaking,hardworking,dll.
Kemudian Iffah dari tim konttra menambahkan sanggahan dari Amanda selaku tim
pro bahwa ada contohnya branding itu
bisa menyebabkan gaya hidup seseorang mungkin lebih tinggi atau lebih boros,
dll. Memang media sosial bisa berpengaruh seperti itu, tetapi kenyataanya kita
lihat dari sudut pandang lain justru menjadikan etos tersebut menjadi lebih
berkembang dan menjadikanya motivasi untuk diri kiita sendiri dan karena itu
seseorang memiliki semangat untuk meningkatkan semangat kerja mereka. Dalam
media sosial, branding juga memiliki
sisi positifnya tersendiri karena salah satuunya dengan adanya branding bisa melihatkan hal-hal baik
dan mengenal kita dengan menjadi baik juga serta akan mendapat keuntungan atau
peluang-peluang yang lain. Media sosial juga bisa menjadikan pembendaharaan
kata kita jadi lebih banyak dan juga orang-orang yang tiidak bisa bahasa
inggris akan menjadi lebih fasih jika menonton hal-hal yang sesuai dimedia
sosial serta bisa meningkatkan peluang belajar
yang tidak bisa didapat di kehidupan nyata karena keterbatasan biaya.
Kemudian Tamara dari tim pro menambahkan
pendapat yang sudah disampaikan oleh Iffah selaku dari tim kontra menurut
artikel yang dibaca sekitar 60 persen dari 100 persen pekerja khususnya di
daerah perkotaan mereka lebih terlalu fomo terhadap temannya sekantornya
mengenai produk atau outfitnya,dll. Sedangkan terkait dengan perasaan takut
tertinggal tersebut itu tidak sebanding dengan gaji mereka yang diterima,
sehingga bisa dikatakan bahwa mereka malah melakukan utang di paylater atau
dimanapun. Tamara selaku tim pro juga menambahkan bahwa kesehatan mental
pekerja kantoran itu terganggu yang akan menyebabkan tidak fokus dalam bekerja
sehingga bisa kita katakan tentang perasaan takut tertinggal di media sosial
yang terjadi itu lebih menjurus ke hal yang negatif. Dan jika kesehatan
mentalnya terganggu, itu merupakan hal yang sangat signifikan bagi seorang
pekerja. Menurut Faisa yang menambahkan pernyataan Amanda tadi, ketika gen Z
ingin mendaftar suatu pekerjaan dia akan membangun personal branding di akunnya sesuai perubahan
dengan dirinya. Jadi ketika dia masuk dalam suatu perusahaan, apa yang ada
didalam dirinya itu bukanlah dirinya itu yang harus kita pahami. Iffah dari tim pro menyanggah, dikatakan
bahwa karena adanya media sosial ini menyebabkan seseorang menciptakan personal
branding yang tidak sesuia dengan dirinya dan seseorang itu akan mem branding dirinya sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Jika kita lihat lagi, seseorang individu kan memilih untuk bertahan dan untuk memiliki uang pastinya kiita
membutuuhkan pekerjaan, mau tidak mau kita juga harus bertahan atau beradaptasi dengan
hal tersebut ketika
perusahaan minta apa maka kita juga harus bisa menyesuaikan persyaratan
yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dan tidak bisa seenaknya menjadi diri
kita sendiri yang sesungguhnya dan
ketika kita tidak mempunyai jiwa adaptasi tersebut maka kita tidak akan bisa
bertahan hidup.
Faisa selaku tim pro menanggapi hal
tersebut bahwa itu adalah salah satu kekurangan gen Z dimana kita tidak
berimpian menciptakan perusahaan baru tetapi malah menyesuaikan perusahaan orang lain yang sudah sukses untuk kita menjadi sukses
menjadi seperi mereka
dan kita malah tidak belajar dari mereka untuk kita menciptakan peluang
kerja untuk orang lain. Iffah dari tim kontra menjelaskan bahwa menjadi gen Z
memang kebanyakan kita dituntut berorientasi menjadi seseorang karyawan dan
tantangan kita dimana kita bisa melihat peluang baru dan menciptakan suatu
perusahaan itu juga dibutuhkan sumber daya manusia yang bagus dan tidak semua
orang bisa untuk itu, jadi jika kapabilitas kemampuan perusahaan baru
dirasa mustahu, kita sebagai gen Z lebih memikirkan mendapatkan pekerjaan
terlebih dahulu dan tidak memikirkan kearah jauh terlebih dahulu. Fatih selaku dari tim kontra menambahkan
bahwa media sosial juga mampu memperluas usaha UMKM yang kita buat sendiri
jadi, kita dapat peluang kerja dan koneksi yang lebih besar jika kita
mempromosikan UMKM kita tersebut..
Iffah dari tim kontra menambahkan
pernyataan lagi bahwa media sosial itu sebenarnya memiliki banyak sisi
positifnya entah dari bidanng edukasi, hiburan, maupun pekerjaan . Dan jika
menyebabkan dampak negatif itu tergantung diri kita dalam menggunakan media
sosial, Sabrina dari tim kontra juga menjelaskan
di sisi lain dari perkerjaan juga ada edukasi
misalnya Pandawara diman mereka mencoba suuatu ide meng kontenka kegiatan
sosial mereka di suatu platform sehingga
mereka pun dilirik oleh pemerintah. Kemudian Faisa dari tim pro menyanggah
bahwa konten yang ada di media sosial itu sangat sulit difilter secara maksimal
karena banyaknnya keluaran konten yang ada. Iffah dari tim kontra memberikan
sanggahan, kita bisa ambil sudut pandang lain bahwa media sosial bisa
memberikan sisi positifnya misalnya dalam menyelesaiakan kasus yang tidak dapat
diselesaikan oleh pemerintah sendiri seperti kasus penipuan, pembunuhan, dll,
karena banyaknya oknum-oknum di media sosial yanng sering memberikan teori atau
pendapat satu sama lain sehingga dengan tidak sengaja memberikan peluang
menyelesaikan kasus tersebut lewat media sosial.
Daftar Pustaka
Ahmad, A. (2020).
MEDIA SOSIAL DAN TANTANGAN MASA DEPAN GENERASI MILENIAL.
Ainiyah, N. (n.d.).
Remaja Millenial dan Media Sosial:
Media Sosial Sebagai
Media Informasi Pendidikan
Bagi Remaja Millenial. 2018.
Komentar
Posting Komentar