Polemik Sistem Zonasi

sumber gambar: tribunnews.com

          Sistem zonasi yang diterapkan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) oleh kemendikbud menuai pro-kontra dikalangan masyrakat Indonesia. Berdasarkan Permendikbud nomer 51 tahun 2018, sistem zonasi memprioritaskan kepada calon peserta untuk masuk sekolah dengan jarak terdekat dari tempat tinggalnya. Jarak tempat tinggal terdekat yang dimaksudkan berdasarkan jarak tempuh dari kantor Desa/Kelurahan menjuju ke sekolah. Apabila jarak tempat tinggal sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang mendaftar lebih. Dengan adanya sistem zonasi tersebut agar pemerintah dapat memperkirakan jumlah lulusan untuk masing-masing jenjang pendidikan. 

      Penerapan sistem zonasi dimaksudkan untuk melakukan pemerataan sekolah yang ada di Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (Muhadjir Effendy), sistem zonasi dijadikan landasan pokok dalam penataan reformasi sekolah dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). 
     
       Sekolah yang dulunya tertinggal dan kurang menarik minat para calon peserta didik, akan mengupayakan perbaikan kualitas dan kuantitas dari segala aspek pada sekolah tersebut. Pada sekolah yang maju juga diharapkan sistem zonasi ini tidak menjadikan dampak buruk, afirmasi yang diberikan adalah dari sekolah maju membina sekolah yang belum maju. Dengan sistem itu pula pemerintah menegaskan kedepannya tidak ada sekolah favorit, sehingga tidak ada kesenjangan diantara sekolah maju dengan sekolah biasa.

       Selain untuk pemerataan sekolah, pemerintah juga menghimbau agar setiap sekolah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam keterampilan abad 21 melalui soal-soal berbasis High Order Thinking Skill (HOTS), keterampilan tersebut meliputi komunikasi, kolaborasi, kemampuam nerpikir kritis, dan menyelesaikan masalah, serta kreatif dan inovatif.

        Dalam pelaksanaan sistem zonasi di lapangan banyak terjadi ketidaksinkronan antara yang sudah direncanakan dengan pelaksanaanya, sehingga menuai polemik dikalangan masyarakat. Masyarakat beranggapan hal tersebut memberatkan peserta didik yang menginginkan bersekolah di sekolah yang maju khususnya negeri agar mendapatkan kompetensi yang lebih tinggi jika dibandingkan sekolah swasta. Hal ini lagi-lagi dipicu tentang kekhawatiran para orang tuanya terhadap mutu pendidikan yang akan didapatkan anaknya. 

       Selain kekhawatiran para orang tua terhadap mutu pendidikan anak, juga terdapat kontra kurangnya infrastruktur yang sesuai untuk kebutuhan pendidikan peserta didik. Masyarakat juga mengeluhkan agar sebaiknya dilakukan pemerataan secara menyeluruh pada bidang infrastruktur. Polemik tersebut kemudian dijawab oleh menteri pendidikan dengan pernyataan bahwa jika semua infrastruktur sudah baik secara merata, maka tidak perlu adanya sistem zonasi, karena penerapan sistem zonasi juga memiliki tujuan untuk mengoreksi dan mengejar ketimpangan secara radikal. "Jadi kalau dibilang sebaiknya menunggu semua infrastruktur sudah baik secara merata, ya tidak perlu ada zonasi. Justru sistem zonasi ini diterapkan untuk mengoreksi dan mengejar ketimpangan secara radikal," Muhadjir menegaskan.

           Kurangnya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat tentang adanya penerapan sistem zonasi ini, utamanya sangat disayangkan oleh masyarakat. Pemberian sosialisasi hanya dilakukan sampai ditingkat pemerintah daerah saja dan dilakukan dengan tidak gencar. Masyrakat menilai dengan adanya sosialisasi dimungkinkan pengetahuan masyrakat terhadap peraturan yang diterapkan pemerintah demi kemajuan negri juga akan mendapat respon positif.

        Pada kasus ini pemerintah sedang mencoba menanggulangi permasalahan yang ada dengan melakukan evaluasi. Presiden Jokowi telah memerintahkan agar dilakukan evaluasi, yang kemudian ditanggapi oleh menteri pendidikan dengan mengadakan rapat dan merevisi aturan tersebut. "Tanyakan kepada Menteri Pendidikan. Memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi," kata Jokowi usai menyerahkan 3.200 sertifikat kepada warga Gresik di GOR Tri Dharma, Kamis (20/6/2019). Aturan yang direvisi yaitu dengan mengubah kuota jalur prestasi dari sebelumnya hanya 5 persen menjadi 5-15 persen pada sistem zonasi sekolah. Keputusan tersebut diambil karena pembatasan kuota jalur prestasi menjadi aturan yang paling kentara rumitnya. Pemerintah mengharapkan pada PPDB selanjutnya penerapan sistem zonasi dipersiapkan dengan matang. Hasil evaluasi juga di terapkan untuk tahun berikutnya, agar semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Daftar Pustaka
Permendikbud nomer 51 tahun 2018
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/16271/kemendikbud-imbau-pemda-segera-tetapkan-zona-persekolahan-dan-juknis-ppdb-2019/0/artikel_gpr
https://edukasi.kompas.com/read/2019/06/19/13050501/ketentuan-sistem-zonasi-penerimaan-murid-baru-yang-perlu-diketahui?page=all
https://m.detik.com/news/pro-kontra/d-4594558/sekolah-berdasarkan-sistem-zonasi-setuju-atau-tidak
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sistem_zonasi

Hasil Diskusi Mingguan
Pemateri : Candra Gunawan
Senin, 15 Juli 2019 | Aula PKM Lantai 2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILP2MI (Ikatan Lembaga Penalaran dan Penelitian Mahasiswa se-Indonesia)

PROFIL UKM KIPM UPGRIS

Kenali Potensi Serei Sebagai si Tanaman Pengusir Nyamuk