Problematika RUU KPK dan KUHP
sumber gambar: awsimages.detik.net.id
Pengesahan Racangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP menuai polemik dikalangan masyarakat. Polemik pengesahan dari RUU KUHP ini di picu dari sejumlah pasal yang dinilai membawa Indonesia menuju kemunduran demokrasi. Pasal-pasal yang menjadi sorotan yakni terkait dengan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, pasal perzinaan, pasal tentang mempertunjukkan alat kotrasepsi, pasal pembiaran unggas, pasal tentang gelandangan, pasal tentang aborsi, hukum adat, penistaan agama, santet, dan pasal tindak pidana korupsi (Liputan6.com). tentunya hal ini menimbulkan aksi dari mahasiswa dan masyarakat umum. Tujuan dari di gelarnya aksi ini adalah untuk menentang RUU KPK dan RUU KUHP.
Dalam CNBC Indonesia saat ditemui pers di istana kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jokowi mengaku terus mencermati perkembangan pembahasan RUU tersebut secara saksama, baik itu di parlemen maupun masyarakat. “dan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang keberatan dengan sejumlah substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada beberapa materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut,” kata Jokowi. DPR mempertimbangkan permintaan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU KUHP padahal sebelumnya sudah direncanakan untuk disahkan pada selasa 24 september 2019. “penundaan dilakukan selain mendengarkan permintaan pemerintah juga sebagai bukti bahwa DPR mendengar dan memperhatikan kehendak masyarakat yang menghendaki RUU KUHP ditunda pengesahannya,” kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.
Berbeda dengan RUU KUHP yang seharusnya pada selasa 24 september 2019 disahkan namun di tunda meskipun sudah masuk dalam agenda pembahasan DPR. Namun hal ini berbeda dengan RUU KPK yang telah disahkan DPR RI lewat rapat paripurna selasa 17 september 2019. Jokowi menolak tuntutan pencabutan UU KPK dan tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Hal ini tentunya memperkuat dugaan masyarakat bahwa adanya kegiatan koruptif dalam pemerintahan. menurut Oce dalam (Kompas.com) “ada banyak kecacatan dalam undang-undang itu, cacat dalam prosedur dan cacat secara materi”. Ketidak responsifan pemerintah dalam menangani polemik ini tentunya akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Hasil Diskusi Mingguan
Pemateri: Wahyu Bambang Pratama
Kamis, 26 September 2019 | Aula PKM Lantai 2
Komentar
Posting Komentar